PUDARNYA TATA KRAMA PASKIBRA? MESTI KITA PERBAIKI
Paskibra identik sekali dengan kedisiplinan, namun belakangan ini
ciri khas yang sudah melekat puluhan tahun itu mulai pudar. Banyak
prinsip-prinsip dasar yang mulai hilang seperti contoh cara berpakaian,
cara mengenakan sepatu, cara mengenakan lencana keanggotaan, cara
berjalan, cara bersikap, cara berbicara yang kesemuanya itu sudah diatur
dalam pembinaan latihan Paskibra. Paskibra memang dapat dibilang
eksklusif, karena dilihat dari style pakaiannya diharuskan rapi,
mengenakan ikat pinggang hitam, kemeja dimasukan dan bersepatu hitam
yang bersih dan mengkilap. Sayang sekali hal-hal yang positif seperti
itu jarang sekali kita temukan dilingkungan Paskibra. Jika ada kegiatan
kepaskibraan saja adat istiadat seperti itu dilaksanakan, itupun hanya
sebagian kecil saja yang melaksanakan sisanya sebatas sepengtahuan
mereka saja yang dicampuradukan dengan gaya modern seperti sekarang ini.
Lalu untuk apa pendidikan yang sudah dibentuk selama latihan toh tidak
diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal sikap-sikap
positif seperti berpakaian rapih perlu dilestarikan karena hal itu
mencerminkan sikap dan perilaku seorang yang berpendidikan dan
dihormati. Berbeda dengan orang-orang yang tidak berpakaian rapi akan
terkesan berbeda. Dari situlah akan tercermin suatu pandangan dari orang
lain, bahwa anggota Paskibra memang berbeda dan menjadi identitas
special dari organisasi lainnya. Citra berpakaian rapi seperti yang
sekarang ini sudah beralih arti.
Seharusnya kita sebagai anggota Paskibra peka terhadap lingkungan
sekitar, dan sadar betul apa yang kita lakukan itu diperhatikan oleh
orang lain. Orang lain akan mengatakan buruk apabila kita berperangai
buruk begitupun sebaliknya. Paskibra akan dikatakan buruk bukan karena
sistemnya yang buruk tetapi karena anggotanya yang tidak mau taat pada
aturan sehingga melakukan hal-hal negatif sehingga nama baik Paskibra
tercemar menjadi buruk. Citra itu penting karena menyangkut nama baik,
oleh sebab itu sudah sepatutnya kita sebagai anggota menyadari betul
tentang arti dan peran sebagai anggota maupun alumni Paskibra.
Kenapa Paskibra bisa maju pesat dari tahun 90-an sampai sekarang, banyak faktor yang membuat maju tetapi satu hal yang perlu digaris bawahi adalah citra yang melekat pada Paskibra itu sendiri, yaitu kediciplinan. Salah satu contoh kediciplinan itu sendiri adalah cara berpakaian atau berpenampilan yang sangat mencolok sekali dalam kehidupan sehari-hari sebagai indetitas Paskibra. Bila kita perhatikan secara seksama baik dalam lingkungan sekolah ataupun sewaktu ivent Paskibra sangat jarang sekali almamater Paskibra melekat pada diri/individu Paskibra. Sebagai contoh lencana keanggotan yang wajib dikenakan oleh anggota baik itu kelas 1 ataupun kelas 2 dan kelas 3. Pada prinsipnya mereka sadar bahwa keharusan itu memang menjadi tanggung jawab moral tetapi pelaksanaanya tidak demikian. Malu menjadi kambing hitam alasan mereka tidak mengenakan.
Kenapa Paskibra bisa maju pesat dari tahun 90-an sampai sekarang, banyak faktor yang membuat maju tetapi satu hal yang perlu digaris bawahi adalah citra yang melekat pada Paskibra itu sendiri, yaitu kediciplinan. Salah satu contoh kediciplinan itu sendiri adalah cara berpakaian atau berpenampilan yang sangat mencolok sekali dalam kehidupan sehari-hari sebagai indetitas Paskibra. Bila kita perhatikan secara seksama baik dalam lingkungan sekolah ataupun sewaktu ivent Paskibra sangat jarang sekali almamater Paskibra melekat pada diri/individu Paskibra. Sebagai contoh lencana keanggotan yang wajib dikenakan oleh anggota baik itu kelas 1 ataupun kelas 2 dan kelas 3. Pada prinsipnya mereka sadar bahwa keharusan itu memang menjadi tanggung jawab moral tetapi pelaksanaanya tidak demikian. Malu menjadi kambing hitam alasan mereka tidak mengenakan.
Siapakah yang mencetus papan nama yang sering digunakan calon
anggota Paskibra saat latihan, ya Paskibra itu sendiri. Tetapi sekarang
hampir semua kegiatan ekstrakulikuler memakai cara -cara Paskibra
seperti papan naman yang dikenakan didepan dada. Lalu kenapa anggota
paskibra itu sendiri tidak memakainya. Apakah hal itu tidak baik atau
perlu direformasi. Kalau memang papan nama itu harus diamandemen seperti
undang-undang lalu apa penggantinya yang cocok. Selama ini toh papan
nama itu dipakai setengah-setengah dalam arti tidak totalitas. Sekali
lagi “malu” dijadikan kambing hitam untuk alasan yang klasik.
Justru eskul disekolah-sekolah sudah menerapkan sistem Paskibra
sementara Paskibra sendiri mulai menghilangkanya kenapa? Sebenarnya pola
pikir kita yang harus diperbaiki bukan sistemnya yang harus
dihilangkan, boleh dihilangkan tetapi harus ada penggantinya. Bukan
berarti hilang tanpa jejak. Sebenarnya banyak manfaat yang dapat kita
gali hanya dari papan nama, dengan adanya papan nama dapat mengenal
satu-sama lain, dengan adanya papan nama lebih mengakrabkan calon-calon
anggota paskibra yang baru. Adapun bila diganti dengan papan nama yang
lain sebaiknya dipertimbangkan masak-masak baik dan buruknya, baru
diambil satu kesepakatan. Tindak lantas meninggalkannya begitu saja.
PDH (Pakaian Dinas Harian) Pun Ikut Raib
Coba perhatikan Paskibra yang ada disekolah masing-masing, benarkan PDH itu masih menjadi pakaian kebesaran Paskibra disetiap kegiatannya? Ya, masih.
Coba perhatikan Paskibra yang ada disekolah masing-masing, benarkan PDH itu masih menjadi pakaian kebesaran Paskibra disetiap kegiatannya? Ya, masih.
Kata masih itu masih harus dipertanyakan, benarkah masihnya itu 100% atau hanya ungkapan lisan belaka.
Saya sangat sedih sekali ketika melihat adik-adik Paskibra sekolah
melaksanakan kegiatan Desa Bahagia, ketika itu mereka mengenakan PDH,
khususnya bagi wanita. Bila melihat 10 tahun yang lalu ketika Paskibra
dapat dibilang masih belum begitu berkembang seperti sekarang..
Begitupun bagi wanitanya tampak anggun, sedangkan bagi laki-lakinya
tampak gagah dan tampan. Sekilas saya pun berfikir flasback
membandingkan dengan masa lalu. Keadaannya bukan menjadi baik malah
bertambah kacau dan tidak karuan.
Keadaannya ironis sekali dan sangat menyedihkan. Tata cara mereka
mengenakan pakaian PDH sungguh tidak mencirikan Paskibra malah seperti
siswa biasa. Hal itu tampak sekali dari Baju PDH yang kebesaran, atribut
yang tidak lengkap seperti nama, LK, LA, Epolet dan monogram ataupun
tanda kesatuan. Yang lebih kurang pantas untuk dilihat adalah tata cara
mereka mengenakan dasi yang salah kaprah. Dasi yang mereka pakai tidak
menempal pas di leher tetapi menggantung di bawah leher, sebagaimana
siswa-siswa mengenakan dari sekolah. Mereka pun tidak merasa bangga
ketika mengenakan PDH. Padahal jika PDH itu dikenakan dengan tata cara
yang benar tentu akan nampak sekali seperti seorang Pilot Pesawat yang
hendak tinggal landas membawa ratusan penumpang.
Di dalam acara latihan biasa atau sebut saja latihan rutin berapa orang
yang mengenakan PDH, kebanyakan mereka hanya memakai PDL (Pakaian Dinas
Latihan). Bukankah keaneka ragaman kostum diarena latihan akan menambah
semangat junior-junior dan sekaligus memperkenalkan aneka macam pakaian
Paskibra.
Memang keadaan sekarang sudah seperti itu dimana adat istiadat
mulah runtuh bukan karena zaman tetapi karena internal individunya
sendiri yang meruntuhkan sistem. Paskibra akan berjaya jika
individu-individunya sadar akan aturan yang telah dibuatnya dan
dilaksanakan dengan totalitas. Begitu pun sebaliknya kejayaan paskibra
akan runtuh karena ulah dari dalamnya sendiri.
Yang besar hilang apalagi yang kecil – kecil, Sebagian dari kita
meremehkan dan bahkan menganggap enteng persoalan sehingga suatu saat
terjadi permasalahan baru berbenah diri. Kurangnya sistem pengkaderan
dan regenerasi keilmuan Paskibra dari senior ke junior semakin kurang,
para pelatih lebih fokus kepada latihan untuk memperebutkan juara umum
perlombaan baris-berbaris ketimbang memperhatikan organisasinya sendiri.
Coba sekarang tanyakan kepada junior anda masing-masing, siapakah
pendiri Paskibra, bagaimana sejarah Paskibra sekolah anda terbentuk,
ceritakan sejarah bendera, dll. Mungkin anda sendiri tidak tahu.
Beberapa waktu lalu saya survey ke sekolah dan bertanya tentang seputar
Paskibra kepada beberapa orang capas, hampir semua pertanyaan seputar
sejarah tidak bisa dijawab. Jadi selama mereka latihan teori-teori
paskibra sama sekali tidak diperkenalkan. Mungkin juga disekolah anda
sendiri sama? Lalu bagaimana mereka bisa berkembang dan mengetahui siapa
induknya. Sementara mereka sendiri tidak pernah diperkenalkan kepada
induknya? Selama ini sistem yang berjalan adalah hanya materi fisik
seperti baris-berbaris saja.
Ada yang hilang dari sistem pembinaan paskibra sekarang. Dan itu
harus segera diperbaiki. Jangan sampai menjadi senjata makan tuan.
Mereka tidak punya identitas nantinya jikalau mereka sendiri tidak kenal
apa itu Paskibra. Yang mereka tahu adalah hadap kanan, hadap kiri dan
balik kanan.
Para pelatih hendaknya memperhatikan pola-pola latihan, sebagaimana
yang telah dicontohkan oleh Paskibraka. Mungkin menurut sebagian
pelatih tidak relefan dengan paskibra sekolah. Tetapi adat istiadat
Paskibra mengenai pola patihan haruskah dihilangkan? Membawa roti,
membawa air membawa handuk goodmorning, membawa topi, memakai kaos
latihan, memakai sepatu warrior atau sejenisnya, mengenakan ikat
pinggang hitam, datang harus tepat waktu dan tidak boleh terlambat,
sebelum latihan apel dan sesudah latihan apel juga, selalu ada koreksi
sebelum latihan, menyiapkan materi lagu bagi pelatih, adanya olahraga
sebelum latihan, apakah masih ada sampai sekarang.
Mungkin kegiatan seperti itu sudah tidak relefan di zaman sekarang, lalu
apakah ada solusi yang lebih baik? Apakah olahraga pagi itu tidak baik
untuk kesehatan, apakah berdoa sebelum latiha itu tidak baik, apakah
koreksi setiap awal latihan itu tidak baik, apakah memakai topi, membawa
air, membawa roti itu tidak baik? Lalu apa solusi yang lebih baik dari
itu? Rujak party sebelum latihankah? Datang semaunyakah? Tidak boleh
dikoreksi sebelum latihankah? Makan lebih baik bebas di jalanankah?
Apakah makan bersama itu tidak baik, justru akan menambah/menamamkan
kebersamaan dan kekeluargaan. Apakah koreksi itu tidak relefan, justru
agama Islam yang mulia menyuruh kita untuk saling nasehat-menasehati
dalam kebenaran. lalu apa yang harus diganti?
Kita tidak pernah memahami pola-pola yang terkandung dalam aturan
yang sudah dibuat itu, hanya saja kita ini inginnya bebas tanpa aturan
dan tidak mau terikat dengan aturan. Loh kalau begitu kenapa ikut
Paskibra? Bukankah kita tinggal di rumah pun ada aturannya, bukankah
kita beragama juga ada aturannya, kalau tidak ingin aturan pindah saja
ke negara yang tidak punya aturan. Dimanapun kita tinggal dan berada
pasti ada aturan, mau atau tidak mau kita harus mau.
Pola pandang kita terlalu sempit untuk menilai pola latihan
paskibra, dan kita tidak memfokuskan pada sisi positif dari pola latihan
itu. Sehingga yang ada adalah bayang-bayang kesusahan, kebosanan, dan
terkesan stagnan.
=> Di ambil dari
Komentar
Posting Komentar